Kementongpul, jalan kecil raih new normal

Indonesia dan budaya kental bernama nongkrong, wolon, ngrumpi, royoman
dan apalah itu istilah lainnya adalah perpaduan epik lekat nan indah yang tiada duanya mungkin di dunia.
"kuy ngopi yok!"
"Keluar yuk cuy!"
Serta masih banyak lagi kalimat lain yang berarti ajakan untuk berkumpul sambil membicarakan suatu topik.

Mungkin sebab ini pula masyarakat Indonesia terkenal ramah. Orang mungkin lebih susah menolak ajakan nongkrong dari pada ajakan bantu tetangga.
pekewuh sekali rasanya menolak ajakan ngopi bersama teman, komunitas, mantan pacar, keluarga mantan pacar. Susahnya minta ampun.

Bayangkan hampir semua lapisan masyarakat di Indonesia akrab sekali dengan kegiatan berkumpul sesama. Bapak-bapak di desa dengan kemul sarung-nya yang khas. Kumpul di perempatan jalan pada setiap senja menyapa. Ibu-ibu arisan, tahlilan bablas ghibahan, belanja sayur 10 menit rumpi 1 jam. Remaja kumpul karang taruna, reunian, buka bersama, karokean bareng, nge-mall bareng, nge-game bareng, ngopi. Mbah-mbah juga tak mau kalah, kehebatan udud bersama sambil nostalgia. Hampir semua umur di Indonesia hobi sekali dengan yang namanya kumpul-kumpul.
Ahh enggak, paling yang di kota aja.. eitts jangan salah.. Budaya antrian jamban yang masih sharingan adalah ladang perkumpulan yang sangat efektif😌. Pamit meladang pamit ke sawah, nanti ketemu teman sejawat, jadi ladang perkumpulan.

Indonesia sepertinya harus menambah satu kementrian lagi, Kementongpul, kementerian  yang khusus menangani budaya tongkrong dan kumpul-kumpul. Mengapa demikian? Sebab kita punya budaya yang lain, lainn sekali dari negara lain. Ya nongkrong dan kumpul-kumpul ini.

Beberapa kali orang mengatakan wujud protesnya dimasa pandemi ini, "Ibadah dilarang, tongkrong, jalan-jalan dan main bareng boleh aja tu". Tentunya muncul pernyataan demikian karena larangan ibadah dikeluarkan secara tegas, oleh MUI, oleh kemenag, bahkan ormas-ormas keagamaan lain.
Masalahnya tidak ada larangan yang menyebutkan secara gamblang untuk "tidak tongkrong, wolon, kumpul-kumpul, janjian di cafe, ngopa ngopi" tidak ada larangan demikian. Padahal, jika kita tinjau ulang kegiatan tongkrongan lebih meluas dan umum serta banyak dilakukan oleh masyarakat ketimbang salat berjamaah di masjid.

Mungkin kumpul-kumpul seperti ini adalah kebiasaan kecil dan remeh temeh. Namun, semua hal bisa berawal dari kumpul yang kecil namun merajalela ini di setiap lapisan masyarakat.

Bayangkan jika kita punya kementerian yang khusus menangani kegiatan remeh temeh namun mendarah daging ini. Ada regulasi yang jelas. Masyarakat tidak akan bermain dengan diksi dan alibi. Bahkan mungkin kementerian ini akan punya kegiatan yang signifikan membantu pemerintah pusat menangani Korona dengan skenario new normal.

Mereka akan menyediakan fasilitas nongkrong dengan standar SNI new normal dan protokol pencegahan Korona yang baik. Meja kafe dengan sekat transparan dan jarak yang sesuai, melancarkan pengadaan selotip hitam untuk memberi jarak kuris, atau pengadaan helm full face lebih lagi bisa menyediakan aplikasi alarm korona, benar dong manfaatkan teknologi. Sebab dari hal kecil semua bisa terjadi, sebab perhatian pada hal kecil sebuah negara akan maju. Sebab menghargai hal kecil, rakyat kecil mulai tau jika ia diperhatikan. Karena kepekaan tidak harus melulu tentang kebijakan besar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Destined With You, Drakor Netflix Baru Rowoon SF9

Tayang 8 Episode, Ini Review Series: ‘Induk Gajah’